KEDIRI - Candi Tegowangi, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri disinggahi roadshow Bali Nata Bhuwana yang digelar oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Bali pada Sabtu (15/10/2022).
Agenda yang menampilkan pagelaran kolosal Candet Ding Pituning Pitu dengan bertajuk Indonesia Raya Sujud Ibu mendapatkan perhatian dari Bupati Kediri Hanindhito Himawan Pramana.
Melalui Wakil Bupati Kediri Dewi Mariya Ulfa, bupati yang akrab disapa Mas Dhito itu mengatakan pihaknya selalu membuka luas kerjasama di sektor budaya dan pariwisata dengan pihak manapun. Hal tersebut dilakukan guna memberdayakan seni budaya daerah sebagai benteng kepribadian bangsa.
“Ini komitmen kita dalam nguri-nguri dan memperkokoh tekad dalam memberdayakan seni budaya daerah sebagai benteng yang kuat untuk memperkokoh kepribadian Indonesia, ” katanya.
Pagelaran semacam ini, lanjut Mbak Dewi (sapaan akrab Wakil Bupati Dewi), menjadi ajang promosi pariwisata dan segala potensi daerah Bumi Panjalu.
“Termasuk juga ajang bagi generasi muda menunjukkan kreatifitas, ” tuturnya.
Seperti dikehatui Mas Dhito mempunyai perhatian khusus dalam seni budaya. Diberbagai agenda pihaknya terlihat menyediakan ruang bagi kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kesenian dan kebudayaan. Mulai dari Seni Jaranan, Wayang, hingga diskusi-diskusi budaya serta pelestarian keris.
Disisi lain, Mbak Dewi menambahkan pagelaran seni semacam ini juga turut menyumbang tambahnya wawasan serta penguasaan seni budaya utamanya terhadap kaum milenial.
“Selain itu meningkatkan wawasan serta penguasaan seni budaya, pengetahuan kemampuan, kreatifitas dan kerja keras dalam mengembangkan seni budaya dan mengelola talenta, ” tambah Mbak Dewi.
Secara terpisah, Rektor ISI Denpasar, I Wayan Adnyana mengatakan, pagelaran ini merupakan serangkaian Bali Nata Bhuwana pertama 2022. Pihaknya memilih Kota Surabaya untuk pameran, seminar, dan workshop budaya.
Baca juga:
Asal Usul Suku Kampai Minangkabau
|
"Di Candi Tegowangi Kediri pagelaran kolosal Candet Ding Pituning Pitu dengan bertajuk Indonesia Raya Sujud Ibu, " terangnya.
Menurutnya, tari yang dilakoni oleh 148 penari dari mahasiswa dosen dan tenaga kependidikan tersebut merupakan kreasi baru pengembangan tradisi yang menceritakan kepahlawanan Garudya.
“Garudya itu tidak mengenal kematian untuk melakukan kepahlawanan, sampai menemukan tirta amerta. Tegaknya kepahlawanan tidak boleh pudar yang kita contoh dari kepahlawanan garudya tersebut, ” pungkasnya.(adv kominfo)